Kerang Darah Mati Massal, Nelayan Muara Badak Tuntut PT PHSS

- Nyaris 300 nelayan terdampak, kerugian hampir Rp69 M
- Minta sanksi tegas untuk PHSS
- Menteri Lingkungan Hidup sebut ada pelanggaran
Balikpapan, IDN Times — Koalisi Peduli Nelayan Kerang Darah Muara Badak yang terdiri dari perwakilan nelayan budidaya kerang darah, resmi melaporkan dugaan pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS). Laporan dilayangkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Timur, Kamis (5/6/2025).
Muhammad Yusuf, perwakilan nelayan yang juga tergabung dalam koalisi tersebut, menyatakan bahwa pencemaran ini telah menyebabkan kematian massal kerang darah yang dibudidayakan oleh para nelayan pada akhir 2024 lalu. Yusuf berharap Polda Kaltim dapat menangani kasus ini secara objektif dan berpihak kepada masyarakat.
"Kami berharap Polda Kaltim dapat objektif dalam menangani persoalan ini dan bisa berpihak kepada masyarakat serta menegakkan hukum seadil-adilnya, karena korban saat ini menunggu kepastian dan kejelasan," ujar Yusuf, Kamis (5/6/2025).
1. Nyaris 300 nelayan terdampak, kerugian hampir Rp69 M

Menurut Yusuf, terdapat sekitar 299 kepala keluarga nelayan yang terdampak, tersebar di enam desa di Kecamatan Muara Badak. Wilayah terdampak membentang dari pesisir Tanjung Limau hingga pesisir Saliki. Yusuf memperkirakan luas total lahan budidaya kerang darah yang terdampak bisa mencapai 1.000 hektare.
"Sebab satu nelayan itu minimal punya keramba seluas 1 hektare, bahkan ada yang punya 15-20 hektare," jelas Yusuf.
Ia juga menjelaskan bahwa kerugian yang dialami para nelayan akibat gagal panen diperkirakan mencapai sekitar Rp68,4 miliar. Perhitungan tersebut didasarkan pada estimasi panen sebesar 3.800 ton kerang darah dengan harga jual Rp18.000 per kilogram yang seharusnya dilakukan pada Desember 2024 lalu.
"Kondisi nelayan saat ini cukup memprihatinkan. Beberapa tidak bekerja, ada yang terlilit utang, dan sebagian lainnya mencari pekerjaan serabutan untuk menyambung hidup," tambahnya.
Upaya untuk menabur benih kerang darah yang dilakukan nelayan baru-baru ini juga belum membuahkan hasil. Yusuf menyebutkan bahwa percobaan terakhir dilakukan pada Februari lalu dengan menebar 25 kilogram benih, namun seluruhnya mati dalam waktu tujuh hari.
"Saat ini kami belum berani menabur benih lagi, sebab kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk membeli," ujar Yusuf.
2. Minta sanksi tegas untuk PHSS

Muhammad Taufik, Koordinator Pusat Advokasi Kalimantan Timur (Pusaka) yang juga bertindak sebagai pendamping hukum Koalisi Peduli Nelayan Kerang Darah Muara Badak, menegaskan bahwa pihaknya telah menempuh berbagai jalur, mulai dari mediasi hingga pelaporan resmi.
"Kami sudah mengikuti proses mediasi, bahkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah turun ke lapangan pada 23 hingga 25 Mei lalu. Berdasarkan hasil uji laboratorium dari ITB dan UNMUL, ditemukan bukti kuat terjadinya pencemaran," jelas Taufik.
Ia menyebutkan bahwa hanya ada satu perusahaan yang beroperasi di wilayah Muara Badak, yakni PT PHSS, termasuk aktivitas pengeboran minyak yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
"Kami menduga kuat bahwa pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas PT Pertamina Hulu Sanga Sanga. Maka dari itu, kami juga melaporkan dugaan pelanggaran terhadap baku mutu lingkungan dan berharap Pertamina dihukum seberat-beratnya," tegasnya.
Taufik menambahkan, pada laporan ke Polda Kaltim, juga dilampirkan bukti uji lab terhadap sampel di lokasi yang dilakukan oleh Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri, Universitas Mulawarman dan TIB.
"Jadi sampling yang dilakukan oleh Unmul dan ITB setelah adanya perbaikan tanggul, makanya berbeda dengan BSPJI," kata Taufik.
Taufik menambahkan bahwa koalisi juga menekankan pentingnya upaya pemulihan lingkungan secara serius agar kejadian serupa tidak terulang di wilayah lain, seperti di Tarakan atau Babulu, Penajam, yang saat ini sedang gencar mengembangkan budidaya kerang dara.
3. Menteri Lingkungan Hidup sebut ada pelanggaran

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa investigasi terhadap dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) telah rampung. Hasilnya, perusahaan migas milik negara tersebut dinyatakan melakukan pelanggaran.
“Ya, sudah ada hasil dari tim PPKL (Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan),” ujar Hanif, Kamis siang (5/6/2025).
Ia menambahkan bahwa meskipun laporan akhir dari tim penegakan hukum (Gakkum) belum sepenuhnya selesai, informasi yang ia terima sudah cukup untuk memastikan bahwa PHSS menjadi salah satu sumber pencemaran di wilayah pesisir Muara Badak, Kalimantan Timur.
“Sanksi akan segera diberikan oleh Gakkum,” tegas Hanif, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan.